Kajian Kastrat

Blog Featured Image

Wahana Air Tahunan Kota Surabaya: Salah Tata Kota atau Pemerintah?

Musim hujan adalah musim masalah di Kota Surabaya. Meskipun menyandang titel kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, Surabaya tak luput dari bencana rutin tahunan, yaitu banjir. Layaknya hari besar, fenomena banjir di Surabaya menjadi hal yang diperingati setiap tahunnya. Segala bentuk mitigasi telah dilakukan, tetapi selalu tak mampu mencakup keseluruhan kota. Jumlah anggaran fantastis yang dikeluarkan pun nyatanya belum mampu mengatasi penuh masalah panjang itu.

Upaya terbaru penanggulangan masalah itu dilakukan oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, melalui pemasangan box culvert di penjuru kota. Eksekusinya yang dijalankan di waktu akhir masa jabatannya justru menuai banyak pertanyaan dan pro-kontra dari masyarakat. Lantas, bagaimanakah kejelasan masalah ini?

Masalah Purba di Kota Pahlawan Yang Sulit Rampung

Banjir yang melanda Kota Surabaya saat ini bukanlah hal baru. Terjadi sejak puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu, Surabaya tercatat pernah mengalami banjir besar pertama kali pada tahun 1545. Sejak saat itu, banjir menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Surabaya sebab berulang kali menggenangi rumah-rumah dan menimbulkan kerusakan. Berbagai faktor berkontribusi terhadap terjadinya banjir di Surabaya, mulai dari sedimentasi sungai, pasang surut air laut, dan curah hujan tinggi yang merupakan faktor alami adanya risiko banjir. Di sisi lain, faktor antropogenik seperti alih fungsi lahan dan pembangunan infrastruktur yang tidak ramah lingkungan juga memperparah kondisi ini.

Banyak wilayah di Surabaya, salah satunya Dukuh Kupang, terjerat dalam permasalahan banjir yang tak kunjung usai. Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot) mengungkapkan bahwa penyebab banjir yang melanda kawasan kota tidak hanya disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi.

“Tapi, ada rumah warga di kawasan ini yang letaknya berada di dalam cekungan dan bangunan menutupi saluran sehingga terjadi banjir. Nah itu jalannya tinggi, itu langsung menjorok menurun begitu. Banyu Urip dan Dukuh Kupang ‘kan banyak lokasi yang seperti itu,” kata Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya.

Kawasan Dukuh Kupang telah lama dilanda banjir sejak tahun 1976. Wali Kota, Eri Cahyadi, dalam inspeksinya di kawasan tersebut, geram melihat banyak rumah yang menutupi saluran air sehingga menyebabkan banjir. Ia menyayangkan mengapa warga membangun teras rumah diatas saluran air yang memperparah kondisi banjir. Pihak Pemerintah Kota Surabaya, Erna Agustina, melalui Dinas Cipta Karya Tata Ruang (DCKTR) juga mengakui bahwa terdapat kendala dalam penerapan rencana tata ruang kota (RTRWK) Surabaya.

“Dalam penerapan rencana tata ruang kota pasti menemui yang namanya masalah kepemilikan karena kita merencanakan kota Surabaya tidak melihat tanah tersebut pemiliknya siapa atau sudah berdiri rumah atau belum,” ujar Erna Agustina, Staf Pengelola Administrasi Belanja Pegawai/PPNPN Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Dengan adanya hal demikian, proses pengelolaan kota di Surabaya menemui banyak masalah, utamanya pelanggaran terhadap RTRWK yang semakin memperparah kondisi permasalahan banjir yang terjadi.

Dilema Dukung-Kritik Dampak Solusi Baru

Akhir-akhir ini, Pemkot banyak melakukan pemasangan saluran box culvert di sejumlah kawasan kota Surabaya. Saluran ini digunakan Pemkot sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan banjir di Surabaya. Namun, dalam praktiknya, banyak warga Surabaya khususnya yang mengkritik dampak pemasangan hal tersebut. Warga mengeluhkan pemasangan box culvert menyebabkan berkurangnya lebar jalan, kemacetan, hingga tertutupnya akses keluar masuk perumahan.

Lebih lanjut, anggaran yang dikeluarkan untuk pengadaan box culvert ini berjumlah fantastis. Bagaimana tidak, untuk satu daerah saja – Babat Jerawat Pakal – digelontorkan dana sebesar Rp 45 Miliar. Akan tetapi, dalam eksekusinya terjadi banyak kekurangan. Terdapat banyak jalan yang mempunyai U-Ditch tidak rata, pemasangan cover manhole tidak teratur dan tidak sejajar dengan aspal jalan, hingga penempatan banyak box culvert belum terpasang di tepi kondisi jalanan padat.

“Penggalian untuk saluran dengan box culvert di Keputih Tegal Timur depan rumah saya, sejak sebelum lebaran sampai hari ini belum ada finishing. Kendaraan saya tidak bisa masuk,” ujar Totok, pendengar Radio Suara Surabaya.

Pembangunan box culvert di sejumlah titik di Kota Surabaya juga banyak menyebabkan gangguan distribusi air PDAM. Tidak sedikit saluran pipa PDAM yang terputus imbas pemasangan box culvert. Hal ini menyebabkan banyak aliran air di rumah warga mati dan tentunya sangat menghambat kegiatan sehari-hari yang membutuhkan air bersih.

“Saya mau melaporkan aliran air PDAM di Gubeng Kertajaya Karangwismo sudah 14 jam tidak menyala. Saya tanya ke pihak PDAM, (alasannya) karena pipa bocor sebagai akibat pemasangan box culvert di perempatan Kertajaya,” lapor Edwyn, pendengar Suara Surabaya Radio.

Pemasangan box culvert tak hanya menyebabkan penyempitan jalan dan terputusnya saluran pipa PDAM, proyek abai kondisi ini juga menyebabkan bocornya pipa gas PGN hingga kerusakan fasilitas publik. Sampai sekarang, ada setidaknya 160 titik penanaman box culvert yang sedang berjalan dan tersebar pada kawasan yang kerap banjir di Surabaya.

Dalih Pemkot Tuk Tanggapi Keluhan

Menanggapi proyek box culvert dan banyaknya keluhan masyarakat, Pemkot Surabaya akhirnya buka suara.

“Tahun 2023 pekerjaan ini berhenti sampai dengan PBI, tetapi pada tahun 2024 ini ada tambahan pekerjaan 500 meter. Nanti pada tahun 2025, pekerjaan ini akan sampai di saluran Kali Raci Benowo. Jadi, mulai tahun 2026, in syaa Allah, Banyu Urip sampai Gresik akan selesai,” kata Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya.

Untuk respon terkait keluhan-keluhan masyarakat, Pemkot mulai menawarkan solusi dengan melakukan pengerjaan box culvert di malam hari. Namun, dengan wilayah Surabaya yang begitu luas, hal ini digadang justru akan memperlambat pengerjaan dan tidak bisa menanggulangi risiko banjir saat musim hujan mendatang. Banyak pertanyaan juga muncul terkait mengapa masifnya proyek ini dilakukan pada saat menjelang Pilkada. Bagaimana tidak, tiga tahun memimpin, permasalahan mendasar justru digenjot Eri-Armuji saat akhir periode masa jabatan. Melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga yang memiliki kewenangan atas program pengendalian banjir, dalam pelaksanaan anggarannya untuk belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi tercatat sejumlah Rp 766 Miliar di tahun 2022, Rp 921 Miliar tahun 2023, Rp 982 Miliar tahun 2024 mengindikasikan keseriusan atas program ini meningkat pada tahun-tahun belakangan.

Meski muncul banyak pertanyaan, tak dapat dipungkiri bahwa resolusi permasalahan mendasar tidak mudah. Kompleksitas penyelesaian nyata adanya dikarenakan ketika ingin membasmi masalah dengan penuh, Pemkot harus memperbaiki tata kota secara menyeluruh. Kondisi kalut akibat keseriusan penyelesaian yang terlambat ini berdampak pada masih adanya wilayah Surabaya yang tergenang banjir mulai dari ketinggian 30 cm sampai 1 meter pada musim hujan lalu. Hal ini berbanding terbalik dengan penghargaan yang diraih Kota Surabaya atas kinerja bidang kebinamargaan pada tahun 2023. Terlebih, pemenuhan tugas yang dilakukan saat menjelang event politik, semakin membuat masyarakat resah atas maksud tujuan yang ada. Dengan demikian, dalam proses kerja kedepan, Pemkot seharusnya lebih memikirkan kebutuhan dan kondisi masyarakat serta melihat mendetail permasalahan yang harus segera diselesaikan.

Glosarium

Antropogenik: akibat dari pengaruh manusia terhadap alam

Box culvert: sebuah struktur beton bertulang yang digunakan untuk mengalirkan air di bawah jalan, jembatan, atau bangunan lainnya.

Inspeksi: pemeriksaan secara langsung tentang pelaksanaan peraturan, tugas, dan sebagainya.

Manhole:struktur yang memberikan akses ke dalam saluran pembuangan atau sistem perpipaan yang terkubur di dalam tanah.

PBI: pembangunan berketahanan iklim

U-Ditch: saluran dari beton bertulang dengan bentuk penampang huruf U yang bisa diberi tutup.

 

Penulis: Rafly Mardiansyah | Era Fazira | Fandy Ahmad Firmansyah Anwar

Editor: Ciptaning Ayu