π»ππ π»ππ ππ π»ππ π°ππππππ: Tumor Ganas Bernama Judi Online
Silih bergantinya zaman senantiasa diiringi teknologi yang terus mengalami perubahan. Era digitalisasi dan internet membuat berbagai hal dapat diakses dengan mudah tanpa halangan jarak dan tempat. Salah satu fenomena sosial dan ekonomi global yang telah berkembang dengan pesat di era serba digital ini adalah judi online. Tak memandang usia, status sosial, dan ekonomi, perjudian menjadi kegemaran karena berbagai efek yang ditimbulkan.
Baru-baru ini, pemerintah menyampaikan wacana pemberian bantuan sosial (bansos) terhadap korban judi. Namun, hal tersebut hanyalah ujung gunung es dari berbagai tumpukan permasalahan yang ada dibawahnya. Seberapa dalam fenomena judi online menjangkit Indonesia?
Wacana Sumbangan Sulut Dilema
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, memberi usulan yang memicu kegemparan publik dan kritik tajam karena dianggap tidak masuk akal. Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, (Kamis, 13 Juni 2024), Muhadjir menyoroti dampak negatif judi dan mengusulkan agar korban judi dimasukkan sebagai penerima bansos karena aktivitas ini dapat memiskinkan masyarakat. Usulan tersebut ditolak keras oleh berbagai pihak termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para politisi yang menilai bahwa tidak ada korban judi online, melainkan hanya pelaku yang harus diberi efek jera. Salah satu kritik datang dari Ketua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini, dan anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Wisnu Wijaya, yang menyoroti potensi salah persepsi dan penyalahgunaan bansos.
Setelah panen kritik, Muhadjir meluruskan pernyataannya tempo hari
βYang saya maksud korban itu adalah keluarga atau anggota yang menderita mengalami kerugian, dan kerugian itu bisa material, bisa finansial atau psikososial,β kata Muhadjir.
Wacana pemberian bansos bagi keluarga penjudi online masih digodok tuturnya. Meski demikian, Muhadjir menegaskan bahwa pelaku judi online akan tetap dijatuhi sanksi sesuai aturan yuridis, KUHP Pasal 303 dan UU ITE 11 tahun 2008 Pasal 27
βJudi online itu termasuk pidana berat, bukan pidana ringan, karena hukumannya judi online itu enam tahun penjara, denda Rp 1 miliar,β ujar Muhadjir.
Belenggu Judi Online di Indonesia
Melihat dinamika yang terjadi atas respons terkait judi online, dapat dilihat bahwa hal ini merupakan masalah yang sudah sangat mendalam. Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang dalam judi online di Indonesia pada tahun 2017βββ2022 mencapai lebih dari Rp52 triliun dan di tahun 2023 mengalami lonjakan signifikan hingga 213% menjadikannya senilai Rp327 triliun. Menurut laporan PPATK tersebut juga ditemukan terkumpul perputaran dana senilai Rp190 triliun dalam 156 juta transaksi selama periode 2017βββ2022 yang hasilnya berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 887 pihak jaringan bandar judi online. Selain itu, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), jumlah pemain judi online sudah mencapai 2,7 juta dengan kecenderungan berusia 17 hingga 20 tahun.
Semua data yang telah dikemukakan sangat memprihatinkan dan mempunyai potensi menjadi ancaman nasional. Bagaimana tidak, perputaran Rp327 triliun di tahun 2023 setara dengan 10% total nilai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) raib keluar negeri. Ditambah transaksi yang terus bertambah mencapai lebih dari Rp600 triliun per Maret 2024 menurut PPATK.
β(Aliran dana ke) beberapa negara-negara di ASEAN, ya. Thailand, Filipina, Kamboja seperti itu. (Vietnam) ada,β kata Natsir, PPID PPATK.
Keuangan negara tentu terkena imbasnya, dimana negara kehilangan sebagian besar pemasukan pajak, maupun aspek negatif terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Judi online sering kali tidak berkontribusi pada penerimaan pajak yang signifikan karena operasinya yang sering berada di luar yurisdiksi dan sulit untuk diawasi. Hal ini mengakibatkan potensi kerugian pendapatan negara yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terlalu banyak kasus-kasus yang muncul dan merugikan berbagai pihak seperti pencurian data pribadi, penipuan, dan pencurian uang yang menjadi buntut masalah dari judi online. Tak hanya sampai disana, kekalahan-kekalahan dari judi online menyebabkan pelakunya berhutang ke berbagai pihak bahkan mencapai nominal yang begitu besar. Perekonomian yang awalnya stabil bisa menjadi terombang-ambing akibat hal ini. Selain itu, ketidak-sanggupan dalam membayar juga mendorong tindak kriminalitas seperti mencuri yang menyebabkan situasi ini bisa dikategorikan dalam tingkat waspada karena menjalar ke kaum pelajar.
Meskipun demikian, upaya untuk memberantas praktik perjudian tak ada habisnya dilakukan. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo, Teguh Afriyadi, mengatakan bahwa pertumbuhan situs judi bisa mencapai lebih dari 10.000 situs per hari. Dirinya juga mengatakan bahwa situs ini tidak akan pernah habis karena sumber daya bandar judi online lebih besar, tetapi hal ini tetap harus diberantas. Saat ini, salah satu upaya yang dilakukan adalah menutup Network Access Point (NAP) dari Filipina dan Kamboja karena disinyalir banyak produsen judi online di Indonesia berasal dari sana. Bank konvensional, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga mengambil peran dengan memblokir 1.049 rekening terkait judi online hingga Juni 2024.
Upaya lainnya dilakukan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judi online. Namun, banyak masyarakat yang masih enggan membaca terkait hal ini dan sudah terlanjur kecanduan. Sampai saat ini, pemerintah bersama aparat terkait selalu berusaha untuk menutup situs-situs judi online dan melakukan penggerebekan markas judi online di berbagai daerah, tetapi belum sepenuhnya dapat diatasi jika tidak seluruh masyarakat mau untuk bekerjasama.
Dampak Psikologis dan Sosial Praktik Terlarang
Perjudian, termasuk judi online, memiliki dampak yang kompleks terhadap masyarakat. Tidak hanya negara berkembang seperti Indonesia, negara-negara maju di dunia juga mengalami banyak masalah terkait praktik ini. Meski terdapat regulasi yang dengan tegas menyatakan bahwa judi online adalah perbuatan illegal, nyatanya hal tersebut belum mampu membendung niat para pelaku. Pasalnya, tidak hanya keuntungan ekonomi secara cepat yang diincar.
Dari sisi psikologis, pelaku judi online juga mendapat sensasi menyenangkan. Pengalaman mendapatkan kemenangan dalam judi memicu pelepasan dopamine, neurotransmitter di otak yang berhubungan dengan rasa senang mendorong seseorang untuk selalu mencobanya lagi. Bahkan, ketika seseorang mulai sering mendapatkan kekalahan, judi online tetap akan terasa candu karena terdapat βAdrenaline Rushβ. Bagi banyak orang, sensasi berdebar-debar saat berjudi dan menunggu kepastian menang atau kalah merupakan daya tarik tersendiri yang membuatnya semakin terjerat dan tidak bisa berhenti. (Riley et al., 2021)
Di sisi lain, meski jika diatur dengan baik dapat menjadi sumber pendapatan negara dan menciptakan lapangan pekerjaan, realitanya terlalu banyak kerugian yang mengintai. Contohnya, produktivitas kerja akibat kecanduan judi online dapat mengganggu kinerja individu dalam pekerjaan dan tanggung jawab lain yang pada akhirnya berkontribusi pada kerugian ekonomi bagi individu, keluarga, dan perusahaan tempat mereka bekerja (Elvia, dkk, 2023). Dari sudut pandang sosial, dampak judi online juga sangat berpotensi merusak hubungan interpersonal seperti konflik dalam keluarga yang dapat meningkat karena masalah keuangan dan perilaku adiktif terkait judi online. Secara lebih luas, individu yang terperangkap dalam kecanduan judi online cenderung mengalami isolasi sosial, yang berpotensi merusak kualitas hidup dan kesejahteraan mental mereka secara keseluruhan (Laras, dkk, 2024).
Dengan demikian, regulasi yang tepat, edukasi masyarakat, dan pendekatan yang komprehensif terhadap dampak sosial dan ekonomi perjudian adalah langkah-langkah penting yang harus diambil. Masyarakat juga harus andil dalam membantu untuk mengatasi permasalahan yang semakin mengkhawatirkan ini.
Penulis: Rafly Mardiansyah | Ni Putu Elsa N. P | Ahmad Abid Zhahiruddin
Editor: Ciptaning Ayu